Selasa, 29 Maret 2016

Sutikno, Penemu Sembilan Varietas Padi Unggul Made In Bangorejo

Sutikno, Penemu Sembilan Varietas Padi Unggul Made In Bangorejo

kpp-indonesia.com, Apa yang dilakukan oleh Sutikno Effendi, anggota Kelompok Tani Yudomulyo, Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo ini cukup luar biasa. Pria berusia 48 tahun itu berhasil menemukan sembilan macam bibit padi unggulan hasil perkawinan silang yang bisa menghasilkan panen beberapa kali lipat dibanding bibit padi konvensional.

Karya besar Sutikno ini terinspirasi oleh kualitas padi kelas impor seperti jenis hibrida yang bisa menghasilkan panen dua kali lipat dibanding bibit padi lokal, pada 2003. Dari sana, Sutikno terus berpikir keras mencari jawaban.

Sambil terus merenung, bapak tiga anak, itu terus mencoba menemukan jawaban, mengapa bibit padi dari luar negeri selalu lebih bagus dibanding bibit lokal. Padahal di sisi lain, dia yakin bahwa sebenarnya para petani di Indonesia, tidak kalah cerdas dan tidak kalah kreatif dibanding dengan para petani dari luar negeri.

Pada 2003, suami Yurmaini itu akhirnya mulai menemukan jawabannya. Saat itu, dia berpikir bahwa tanaman holtikultura atau sayur mayur bisa berproduksi secara berlipat ketika dikawinkan secara silang. ''Contohnya kacang panjang, kalau dikawinkan silang maka menghasilkan buah yang bagus. Begitu juga dengan holtikultura lainnya," tutur sarjana pendidikan tersebut.

Berawal dari pemikiran tersebut, Sutikno mencoba menyamakan praktik kawin silang tanaman holtikultura itu dengan tanaman padi. Awalnya, dia mencoba mengawinkan bibit tanaman padi lokal, yaitu jenis IR dan Ceheran.

Ternyata luar biasa, percobaan tersebut bisa menghasilkan panen padi berlipat dibanding pada umumnya. Bibit padi hasil perkawinan silang tersebut ternyata memiliki banyak keunggulan. Satu malai (baca: tangkai) anaman bisa menghasilkan 450 sampai 700 butir padi. Padahal biasanya, satu malai padi hanya bisa menghasilkan 170 sampai 200 butir padi.

Bukan hanya itu, yang cukup membanggakan, bibit hasil perkawinan silang tanaman padi tersebut, ternyata umurnya lebih cepat dibanding bibit padi pada umumnya. ''Umumnya tanaman padi berumur di atas seratus hari baru panen. Nah, bibit ini bisa di bawah seratus hari sudah panen," ujarnya.

Keunggulan lain bibit temuan Sutikno adalah tinggi batang sedang, agak besar, tidak mudah roboh walaupun diterjang angin dan hujan, dan memiliki malai lebih panjang. Selain itu, satu bibit padi bisa beranak antara 15 sampai 25 tanaman

Yang lebih menarik lagi, tanaman padi ini juga bisa menghasilkan panen berlipat-lipat dibanding bibit padi konvensional. ''Dalam satu hektare tanaman, rata-rata bisa menghasilkan 16 ton padi. Padahal umumnya, dalam satu hektar hanya 4,5 ton. Kalau hibrida bisa 8 sampai 11 ton," sebutnya.

Merasa bibit temuannya cukup unggul dan banyak bermanfaat bagi peningkatan ekonomi para petani, dalam perkembangannya, Sutikno, terus melakukan percobaan terhadap bibit padi yang lainnya.

Kali ini, dia mencoba mengawinkan bibit tanaman padi dari Cilacap dan IR 64 Prima, selain itu juga mengawinkan bibit tanaman padi dari Kalimantan Timur, dan Bengkulu. Hasilnya juga cukup mengembirakan. Kualitas dan keunggulan bibit hasil perkawinan silang tersebut, ternyata juga sama dengan padi lokal IR dan Ceheran. ''Sementara, tiga produk bibit ini yang sudah beredar dan ditanam oleh banyak petani, tepatnya mulai banyak dikenal sejak 2007" ujarnya.

Bagaimana dengan enam bibit lainnya? Dia mengakui, enam jenis bibit padi temuannya yang sementara diberi inisial STIK 205, STIK 171, STIK 191, STIK 141, STIK 131 dan STIK 121, masih dalam taraf pembenahan dan belum siap dijual kepada para petani. ''Istilahnya masih perlu pemurnian lagi," tandasnya.

Ada dua cara mengawinkan tanaman padi yang menghasilkan bibit unggul tersebut. Yakni secara paksa dan alami. Teknis perkawinan paksa dilakukan dengan cara menyinari padi dengan kaca fokus, tepatnya dua hari setelah malai tanaman padi tumbuh. ''Begitu kelopak padi membuka, putik sari bibit padi yang akan kita kawinkan langsung kita tabur," jelasnya.

Sedang cara yang kedua, yaitu mengawinkan secara alami, yaitu menunggu sampai tanaman padi membuka kelopaknya. Hal ini, biasanya terjadi antara pukul 09.00 sampai 11.00. Sehingga ketika menempuh cara kedua ini, dia harus cermat dan telaten menunggu di sawah mulai pukul 09.00 sampai 11.00. ''Begitu kelopak padi membuka, putik sari bibit yang akan kita kawinkan langsung ditabur," jelentreh Sutikno.

Sayangnya, keberhasilan Sutikno, menemukan varietas padi made in Bangorejo tersebut kurang diimbangi dengan perhatian pemerintah. Terbukti sampai saat ini, temuannya belum mendapatkan hak paten. Padahal, bibit tanaman padi tersebut, sudah banyak dimanfaatkan oleh para petani di Jawa Tengah, Sulawesi, Kalimantan, serta berbagai kota lain di Indonesia. ''Mau ngurus hak paten kok rasanya sulit banget gitu. Saya sendiri heran mengapa kok begitu sulitnya mendapatkan hak paten," kata Sutikno.

Sementara itu, anggota DPR RI asal Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Abdullah Azwar Anas, yang ikut juga berkunjung dan berdialog dengan para petani, mengaku cukup bangga dengan penemuan bibit unggul oleh para petani. Sayangnya, temuan yang sangat luar biasa itu, kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dan kurang banyak diketahui oleh pihak luar.
''Inilah pentingnya mengenalkan produk lokal ke daerah lain bahkan ke luar negeri. Mudah-mudahan suatu saat ada even pameran pertanian nasional dan bisa diikutsertakan. Kita siap memfasilitasi," ujarnya. (Sumber: radioglobalmediaswarafm.com)

2 komentar: